Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya cuaca panas.
Pertama, minimnya awan karena dinginnya suhu muka air laut.
Kedua, gerak semu matahari yang tepat di atas sebagian wilayah Indonesia.
“Ini yang menjelaskan musim kemarau jadi lebih panjang, karena pembentukan awan juga mundur. Artinya tidak ada awan itu tidak ada tameng bagi sebagian wilayah Indonesia. Padahal (dalam waktu bersamaan) gerak semu matahari itu tepatnya berada pada zona yang enggak ada tamengnya tadi,” ungkap Dwikorita di Kantor BMKG, Jakarta Pusat, Kamis (31/10).
Ketiga, Dwikorita menjelaskan cuaca panas terjadi karena hembusan angin dari sisi utara benua Australia yang sedang mengalami kemarau dan cuaca kering.
“Faktor ketiga, angin bergerak dari Australia menuju Indonesia. Dan Australia itu musim kemarau, daerah itu juga gurun, sehingga kering dan panas,” jelasnya.
Dwikorita membantah cuaca panas disebabkan adanya fenomena gelombang panas yang menerjang Indonesia.
“Jadi itulah yang membuat suhu menjadi panas. Jadi bukan gelombang panas,” ucapnya.
Dwikorita memprediksi cuaca panas akan berakhir dalam waktu dekat, karena saat ini awan-awan sudah mulai terbentuk di sebagian wilayah Indonesia. Terbentuknya awan itu menandakan pula terjadinya awal musim hujan di Indonesia.
Awal atau pertengahan November sebagian besar wilayah akan dimulai ada awan, dan diprediksi menjadi hujan. Sehingga di akhir tahun 2019 ini diperkirakan musim hujan sudah mulai berlangsung di bulan November. Sampai Maret akan masih hujan,” katanya.
No comments:
Post a Comment