Sebagai kegiatan ekstra kurikuler (ekskul), pencinta alam
menjadi praktik pendidikan karakter yang paling bernas dan berkelanjutan sesuai
dengan salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla. Dalam NAWA CITA disebutkan bahwa pemerintah akan
melakukan revolusi karakter bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) menyikapi kelesuan sikap dan moral bangsa, juga untuk menjalankan salah satu amanat Revolusi Mental proram Presiden Joko Widodo. Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK; yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian dan kegotongroyongan. Masing-masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri sendiri melainkan saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Akan Tetapi, 5 (Lima) Nilai Karakter Utama tersebut sangat sulit diajarkan kalau hanya mengandalkan jam jam di sekolah, karena karakter yang membekas bermula dari kebiasaan yang terukir dan menjadi sikap keseharian.
Jika pada era 1980-an kegiatan Pecinta Alam ini masih dianggap elitis dan
perbuatan nekat, saat ini sudah menjadi tren. Tren mendaki gunung setelah munculnya film 5 CM yang mungkin kita semua pernah nonton, misalnya.
Di
era 70-80an tersebut kelompok yang bergaung di tingkat nasional hanya sedikit, sebutlah
misalnya Mapala UI, Wanadri, atau Aranyacala Trisakti. Saat ini, hampir tak ada
perguruan tinggi di Indonesia yang tak punya klub pencinta alam. Pun, demikian
dengan SMA/SMK yang umumnya punya ekskul pencinta alam. Ekskul ini dibanjiri
murid yang ingin berekspresi dan mempunyai jiwa petualang, katanya.
Namun, beberapa SMA/SMK masih
menunda merestui kegiatan pencinta alam menjadi ekskul resmi. Alasannya adalah
ketiadaan guru pembimbing, mengingat risiko kegiatan di alam bebas cukup
tinggi. Maklum, beberapa sub-kegiatan pencinta alam memang tergolong olahraga
atau hobi ekstrim, yaitu arung jeram, memanjat tebing, menelusuri goa, serta
mendaki gunung.
Menjadi pegiat ekskul
pencinta alam mendidik karakter murid menjadi disiplin. Kecerobohan akan
memunculkan risiko celaka hingga kematian yang semestinya bisa diperhitungkan
(predicted risks), kecuali resiko alam yang tak bisa diperhitungkan, semisal
gempa bumi atau gunung meletus. Pencinta alam juga dilatih tangguh fisik dan
psikis menghadapi dinginnya puncak gunung, ganasnya arus liar dan gulungan
ombak di laut.
Bukan hanya fisik, Sikap positif juga selalu diajarkan pada setiap Pendidikan Dasar, paling tidak sikap berani dan tegas harus menjadi bagian dari dirinya.
Kegiatan kegiatan di Organisasi Pecinta Alam juga melatih keuletan melewati hambatan alam yang
sangat diperlukan dan dapat diaplikasikan saat kita sudah memasuki masa masa bekerja. Silahkan, boleh ditanyakan pada anggota angota pencinta alam yang sekarang sudah bekerja baik di swasta, kepolisian maupun di dunia militer.
Alam mengajarkan kebersahajaan, memberitahu kita batas kekuatan
dan kelemahan diri yang berujung pada kerendahan hati dan penghargaan kepada
orang lain. Alam juga mengajarkan rasionalitas dan kejujuran bersikap,
disinilah integritas pribadi tumbuh dan matang.
Masih banyak sikap dan karakter
handal yang bisa ditumbuhkan dengan menjadi pencinta alam seperti kerjasama, Paham tentang keberagaman, kesetaraan manusia, loyalitas dan tentu kreatifitas dalam
mencipta.
Bagi saya kegiatan pecinta alam semacam Sispala dan Mapala ini, bukanlah
sesuatu yang negatif. Semua kegiatannya bertujuan baik, banyak hal hal positif
yang dapat diambil tertutama bagi anak muda, dalam hal ini siswa atau mahasiswa yang menyukai
tantangan dan gemar berpetualang.
Dengan bergabung di kelompok atau Organisasi Resmi Pecinta Alam semacam Sispal dan Mapala ini, semua agenda hobi berpetualang akan terencana, teroganisir dan terkontrol. Karena ketika kita pengen naik Gunung misalnya, tidak bisa serta merta pergi begitu saja tanpa ada pemandu, tanpa tahu prosedur atau minimal sedikit informasi yang harus diketahui dan dipahami. Semua harus diperhitungkan secara matang, agar petualangan kita nyaman dan aman.
Kegiatan ini bukan hanya melatih mental dan fisik, tetapi
juga ada hal lain yang lebih dari itu, menanamkan rasa
kesetiakawanan,loyalitas, sikap berani dan bertanggung jawab, kecintaan pada
alam semesta, rasa syukur dan bagaimana caranya meredam ego untuk mengendalikan
diri sendiri, sejatinya menumbuhkan sikap positif yang bisa dan harus di aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Saya, sebagai pegiat atau boleh dibilang sebagai aktivis organisasi Pecinta Alam sangat paham bagaimana standar prosedur bagi kegiatan
pencinta alam ini. Intinya, sikap waspada dan hati-hati selalu menjadi
kunci, segala macam aturan dan prosedur harus dipatuhi untuk meminimalisir
sesuatu yang buruk yang akan terjadi terutama bagi pemula.
Tidak heran, kalau di sebagian besar organisasi Pecinta Alam, terutama Sispala dan Mapala, anggota anggota yang telah lulus dari almamater sekolah alias alumni selalu menyempatkan hadir pada setiap kegiatan, terutama kegiatan kegiatan di alam bebas yang cenderung memiliki resiko tinggi. itu adalah bentuk kepedulian terhadap adik adiknya di organisasi.
Mengekspresikan diri lewat kecintaan pada alam adalah
sesuatu yang luar biasa, tapi janganlah terlalu berlebihan, gairah dan gejolak
muda memang terkadang susah dikendalikan. Alam bukan untuk ditaklukkan, tapi
untuk dipahami.
Disinilah peran para anggota anggota (tua), yang cenderung memiliki emosi dan gairah yang lebih stabil dibandingkan para anggota anggota muda lainnya.
Jadi, tidak ada alasan untuk pihak sekolah atau kampus menunda nunda restu dan perijinan kegiatan kepecintaalaman ini. Karena seyogyanya, intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler harus terintegrasi agar dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan karakter positif anak didik, seperti diinstruksikan Mendikbud Muhadjir Effendy.
Apalagi sampai pada upaya menghalang-halangi atau melarang larang keberadaan organisasi ekskul pecinta alam di sekolah sekolah atau kampus. Sama saja dengan membatasi ruang gerak dan kreatifitas anak muda yang justru di lindungi oleh undang undang. Baik itu undang undang pendidikan maupun undang undang perlindungan anak.
Satu lagi yang membuat saya tidak habis pikir dengan kelompok pecinta alam ini. Solidaritas dan persaudaraan akan selalu dijunjung tinggi. Satu orang dilecehkan atau tersakiti, mereka tidak akan tinggal diam. Tidak ada istilah satu tersakiti yang lain juga ikut tersakiti. Akan tetapi satu tersakiti yang lain akan bergerak, LAWAN !!! Cari yang bikin masalah sampai dapat. Jangan salah, mereka bisa lebih ganas dari gangster kalau salah satu anggotanya ada yang coba coba disakiti atau di sentuh dengan tidak senonoh.
No comments:
Post a Comment