Friday, May 1, 2020

Pemerintah Pusat Setujui PSBB Seluruh Jawa Barat




Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyetujui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) se-Jawa Barat untuk menekan penularan virus corona. PSBB se-Jabar ini sebelumnya diusulkan Gubernur Ridwan Kamil sejak 29 April 2020.

Keputusan itu termaktub dalam Surat Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/289/2020. Jawa Barat sudah memenuhi kriteria PSBB, yakni menunjukkan peningkatan dan penyebaran kasus corona yang signifikan dan cepat diiringi kasus penularan lokal.



Menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Provinsi Jawa Barat dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat wajib melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud diktum kesatu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan secara konsisten," tulis Terawan dalam suratnya, Jumat (1/5). 

Dengan berlakunya PSBB ini, Pemprov Jawa Barat wajib menyosialisasikan warga untuk hidup bersih dan sehat serta mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah. 

Saat ini, sudah ada 1.012 orang di Jawa Barat dinyatakan positif terjangkit virus corona. Sebanyak 145 orang sembuh dan 83 pasien lainnya meninggal dunia. 



Saturday, March 28, 2020

UU 6 tahun 2018 tentang Karantina Wilayah dan Kekarantinaan Kesehatan


UU 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan mengatur tentang tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen Karantina Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan Kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, dan ketentuan pidana.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan meskipun jauh terlambat, muncul, karena International Health Regulations (IHR) tahun 2005 mengharuskan Indonesia meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam surveilans kesehatan dan respons, serta Kekarantinaan Kesehatan di wilayah dan di Pintu Masuk, baik Pelabuhan, Bandar Udara, maupun Pos Lintas Batas Darat Negara. Untuk itu diperlukan penyesuaian perangkat peraturan perundang-undangan, organisasi, dan sumber daya yang berkaitan dengan Kekarantinaan Kesehatan dan organisasi pelaksananya.


Hal ini mengingat peraturan perundang-undangan terkait Kekarantinaan Kesehatan yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Kedua undang-undang tersebut masih mengacu pada peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR) tahun 1953. ISR Kemudian diganti dengan International Health Regulations (IHR) pada tahun 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada kemampuan sistem surveilans epidemiologi. Sidang Majelis Kesehatan Dunia Tahun 2005 telah berhasil merevisi IHR tahun 1969 sehingga menjadi IHR tahun 2005 yang diberlakukan sejak tanggal 15 Juni 2007.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 Agustus 2018 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2018.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236. Agar setiap orang mengetahuinya.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan


Mencabut :
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mencabut:
1.     Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2373); dan
2.     Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2374),

Latar Belakang
Pertimbangan dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan:


a.  bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya diperlukan adanya pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tersebar di berbagai pulau besar maupun kecil yang terletak pada posisi yang sangat strategis dan berada pada jalur perdagangan internasional, yang berperan penting dalam lalu lintas orang dan barang;
b.  bahwa kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan bebas dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan penyebaran yang lebih cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional;
c.  bahwa sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia berkomitmen melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia sebagaimana yang diamanatkan dalam regulasi internasional di bidang kesehatan, dan dalam melaksanakan amanat ini Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar kebebasan seseorang, dan penerapannya secara universal;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu dicabut dan diganti dengan undang-undang yang baru mengenai kekarantinaan kesehatan;
e.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan;
Dasar Hukum
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 H ayat (1), Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Penjelasan Umum UU tentang Kekarantinaan Kesehatan


Pembangunan dan pelindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya bagi pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia Indonesia. Hal ini menjadi modal dasar bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 (tujuh belas ribu) yang terdiri dari pulau besar dan kecil, serta memiliki posisi yang sangat strategis, diapit oleh dua benua dan dua samudera, serta berada pada jalur lalu lintas dan perdagangan internasional. Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya Pintu Masuk ke wilayah Indonesia yang menjadi akses keluar masuknya faktor risiko penyebaran penyakit dan gangguan kesehatan. Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar dunia dengan tingkat kepadatan yang timpang antara Pulau Jawa dan luar Jawa. Keadaan ini berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, yang membutuhkan perhatian pemerintah dan masyarakat secara terpadu.
Selain itu, perkembangan teknologi transportasi juga menyebabkan meningkatnya kecepatan waktu tempuh perjalanan antarwilayah dan antarnegara yang lebih cepat dari masa inkubasi penyakit memperbesar risiko masuk dan keluarnya penyakit menular baru (new emerging diseases) dan penyakit menular yang muncul kembali (re-emerging diseases). Kemajuan teknologi di berbagai bidang lainnya juga berdampak pada perubahan pola penyakit dan meningkatnya risiko kesehatan yang diakibatkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit dan pengendalian faktor risiko kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional.


Sebagai bagian masyarakat dunia, Indonesia juga berkewajiban untuk melakukan cegah tangkal terhadap terjadinya Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of International Concern) sebagaimana diamanatkan dalam regulasi internasional di bidang kesehatan (International Health Regulations/IHR tahun 2005). Dalam melaksanakan amanat ini, Indonesia harus menghormati sepenuhnya martabat, hak asasi manusia, dasar-dasar kebebasan seseorang, dan penerapannya secara universal.
International Health Regulations (IHR) tahun 2005 mengharuskan Indonesia meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam surveilans kesehatan dan respons, serta Kekarantinaan Kesehatan di wilayah dan di Pintu Masuk, baik Pelabuhan, Bandar Udara, maupun Pos Lintas Batas Darat Negara. Untuk itu diperlukan penyesuaian perangkat peraturan perundang-undangan, organisasi, dan sumber daya yang berkaitan dengan Kekarantinaan Kesehatan dan organisasi pelaksananya. Hal ini mengingat peraturan perundang-undangan terkait Kekarantinaan Kesehatan yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Pada saat itu kedua undang-undang tersebut mengacu pada peraturan kesehatan internasional yang disebut International Sanitary Regulations (ISR) tahun 1953. Kemudian ISR tersebut diganti dengan International Health Regulations (IHR) tahun 1969 dengan pendekatan epidemiologi yang didasarkan kepada kemampuan sistem surveilans epidemiologi. Sidang Majelis Kesehatan Dunia Tahun 2005 telah berhasil merevisi IHR tahun 1969 sehingga menjadi IHR tahun 2005 yang diberlakukan sejak tanggal 15 Juni 2007.


Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan ini antara lain mengatur tentang tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk, penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah, Dokumen Karantina Kesehatan, sumber daya Kekarantinaan Kesehatan, informasi Kekarantinaan Kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, dan ketentuan pidana.
Isi UU tentang Kekarantinaan Kesehatan
Isi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan ada dibawah ini :











Thursday, January 9, 2020

Gerhana Bulan "Full Moon Wolf" Akan Terjadi Tanggal 10 Januari



Biasanya, 2 Minggu setelah terjadi gerhana matahari maka akan terjadi gerhana bulan. Seperti saat ini, setelah gerhana matahari cincin tanggal 26 Desember 2019 yang lalu, maka tanggal 11 Januari yang akan datang akan terjadi gerhana bulan penumbra.




Dikutip dari laman Timeanddate, Kamis (9/1/2020), suku asli Amerika menyebutnya sebagai 'Full Wolf Moon' atau Bulan Serigala Penuh karena di bulan Januari ini sekelompok serigala lapar melolong di luar kamp mereka.


Fenomena ini juga disebut sebagai Bulan Tua, Bulan Dingin, Bulan Salju, atau Bulan Roh Besar. Fenomena ini juga disebut sebagai gerhana bulan penumbra yang terjadi saat bulan melewati bayangan sebagian bumi.




Seperti pada gerhana bulan pada umum nya, gerhana bulan penumbra terjadi ketika posisi bumi berada di antara matahari dan bulan sehingga menghalangi cahaya matahari yang di terima bulan, menutupi bulan dengan bayangan bumi.




Namun gerhana bulan penumbra tidak seperti gerhana bulan total atau gerhana bulan parsial. Sulit untuk membedakan kondisi bulan dalam kondisi sedang tidak gerhana atau dalam kondisi puncak gerhana.


Karena dalam gerhana bulan penumbra, bulan hanya melewati wilayah terluar dari bayangan bumi yang di sebut penumbra. Akibatnya kecerahan bulan hanya akan berkurang dengan seluruh wajah bulan masih tetap menyala, tidak ada yang gelap atau memerah.



Gerhana Bulan ini bisa di amati di seluruh WILAYAH INDONESIA dengan catatan jika CUACA CERAH.

Gerhana Bulan Penumbra diperkira kan terjadi pada tanggal 10 Januari 2020, pukul 17:07 UTC atau 11 Januari 2020 pukul 00:07 WIB. Gerhana Bulan ini terjadi 3 hari menjelang Parigee (Jarak Bulan terdekat dengan Bumi). Puncak gerhana, bulan akan terlihat lebih besar yaitu diameter sudutnya akan menjadi 0.545° atau sekitar 26% lebih besar dari rata-rata Bulan Purnama.

Berikut perkiraan waktu terjadinya Gerhana Bulan Penumbra di wilayah Indonesia :
• Mulai pukul 00:07 WIB - 01:07 WITA - 02:07 WIT.
• Puncak pukul 02:09 WIB - 03:09 WITA - 04:09 WIT.
• Berakhir pukul 04:12 WIB - 05:12 WITA - 06:12 WIT.

Referensi : infoastronomy

Support by :

Popular Posts